Mengapa HUT Surabaya

Berubah Menjadi 31 Mei

Oleh: HM Yousri Nur Raja Agam
 

MEMANG, ada pendapat bahwa hari lahir atau hari jadi Surabaya tidak sama dengan usia Pemerintahan Kota Surabaya. Itulah sebabnya, maka petinggi dan tokoh masyarakat Kota Surabaya, awal tahun 1970-an ingin melakukan koreksi tentang Hari Jadi atau Hari Lahir Surabaya. 
 
Dulu acara peringatan Hari Jadi Kota Surabaya diselenggarakan setiap tanggal 1 April. Sebab pada tanggal 1 April 1906 itulah Pemerintah Kota Surabaya terbentuk. Berdirinya Pemerintahan Kota Surabaya, bersamaan dengan empat kota di Hindia Belanda untuk pertamakalinya di Indonesia. Ke empat kota itu adalah: Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar. Selanjut tiap tanggal 1 April berdiri kota-kota lain di Indonesia.
 
Pemerintahan Kota umumnya didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda di kota yang banyak ditinggali oleh warga Belanda. Demi keamanan dan terpisah dari Pemerintahan Kabupaten yang dipimpin oleh bupati yang berasal dari warga pribumi. Sedangkan Pemerintah Kota dinyatakan bersifat otonom dan dipimpin oleh bangsa Belanda. Pemerintahan Kota disebut Gemeente.
Status yang diberikan kepada Surabaya oleh Pemerintahan Hindia Belanda tahun 1906 adalah “Zelfstaandige Stadsgemeente” atau Kotapraja dengan hak otonom.
 
Peringatan HUT (Hari Ulang Tahun) Kota Surabaya yang selalu dirayakan setiap tanggal 1 April itu dirasa kurang sreg atau kurang pas. Rasanya kurang pas kalau Surabaya yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Mojopahit, ternyata dalam peringatan HUT-nya masih “terlalu muda”.
 
Dalam berbagai legenda dan cerita lama, nama Surabaya tidak lepas dari sejarah berdirinya Karajaan Majapahit. Maka disepakatilah, bahwa hari lahir Surabaya hamper bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Majapahit.
  
Citra dan image sudah terbentuk, bahwa Surabaya sudah berusia “tua sekali”, yakni tujuh abad. Hari ulang tahunnya diperingati setiap tanggal 31 Mei, karena disepakati Surabaya ada dan berdiri sebagai sebuah permukiman resmi pada tanggal 31 Mei 1293.
  
Ceritanya dulu, beberapa orang yang peduli terhadap Surabaya, menyampaikan kepada Walikota Surabaya, R.Soekotjo (waktu itu), agar hari lahir atau hari jadi Surabaya, tidak berdasarkan pembentukan pemerintahan kota atau Gemeente, tetapi berdasarkan sejak kapan adanya nama Surabaya disebutkan sebagai suatu kawasan permukiman. Dengan demikian, usia Surabaya tidak terlalu muda, namun sudah sekian abad.
 
Para tokoh masyarakat, ahli sejarah, pengamat dan para wakil rakyat waktu itu bersepakat untuk melakukan pengkajian tentang sejarah Surabaya. Dari penelusuran sejarah yang diperoleh dari berbagai buku bacaan, prasasti dan temuan-temuan lainnya, termasuk cerita rakyat dan legenda, ditemukan beberapa tanggal yang mempunyai kaitan dengan sejarah Surabaya.
 
Berdasarkan keputusan Walikota Surabaya tahun 1973, dibentuklah tim khusus untuk melakukan penelitian. Tim itu melakukan penelitian secara ilimiah, selama satu tahun lebih. Akhirnya, ada empat tanggal yang ditetapkan sebagai alternatif hari jadi Surabaya. Dari empat tanggal yang diusulkan itu, ditetapkan tiga tanggal yang cukup layak dan satu tanggal dinyatakan minderheids nota, oleh anggota tim.
 
Alternatif pertama yang diajukan tim adalah tanggal 31 Mei 1293. Disebutkan, bahwa pada tanggal itu, tentara Raden Wijaya dari Mojopahit memenangkan peperangan melawan tentara Tar-tar yang dikomandani Khu Bilai Khan dari Cina dan berhasil mengusirnya dari Hujunggaluh, nama desa di muara Kalimas.
 
Alternatif kedua, tanggal 11 September 1294, waktu itu Raden Wijaya menganugerahkan tanda jasa kepada Kepala Desa Kudadu dan seluruh rakyatnya atas jasa mereka membantu tentara Raden Wijaya mengusir tentara Tar-tar.
 
Alternatif ketiga, tanggal 7 Juli 1358, yaitu tanggal yang terdapat pada Prasasti Trowulan I yang menyebut untuk pertamakalinya nama Surabaya dipakai sebagai naditira pradeca sthaning anambangi (desa di pinggir sungai tempat penyeberangan).
 
Alternatif keempat adalah tanggal 3 November 1486, tanggal yang terdapat pada Prasasti Jiu yang menjelaskan, bahwa Adipati Surabaya untuk pertamakalinya melakukan pemerintahan di daerah ini.
 
Dari empat alternatif tentang hari yang bakal ditetapkan sebagai hari jadi Surabaya, dilakukan pengkajian menyangkut data sejarah, pertimbangan yang ideal dan nilai serta jiwa kepahlawanan sebagai ciri khas Surabaya. Walikota Surabaya, R.Soekotjo waktu itu mengusulkan kepada DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kota Surabaya untuk menetapkan Hari Jadi Surabaya tanggal 31 Mei 1293.
 
Dalam rapat-rapat DPRD Kota Surabaya, setelah melakukan kajiulang dari berbagai aspek, DPRD Kota Surabaya dengan Surat Keputusan No.02/DPRD/Kep/75 tertanggal 6 Maret 1975, mengesahkan dan menetapkan Hari Jadi Surabaya tanggal 31 Mei 1293. Berdasarkan itu, Walikota Surabaya R.Soekotjo menindaklanjuti dengan mengeluarkan Surat Keputusan No.64/WK/75 tanggal 18 Maret 1975, yang menetapkan tanggal 31 Mei 1293 sebagai Hari Jadi Surabaya.
 
Dengan ditetapkannya tanggal 31 Mei 1293 sebagai hari jadi Surabaya, maka sejak tahun 1975, peringan HUT Surabaya berubah dari tanggal 1 April menjadi 31 Mei, hingga sekarang ini.
 
Diprotes Ahli Sejarah
 
Saat peringatan tujuh abad atau 700 tahun Berdiri Kerajaan Majapahit, penetapan Hari Jadi Surabaya, 31 Mei 1293, yang disebutkan sebagai hari bersejarah, yaitu saat kemenangan tentara Raden Wijaya mengusir tentara Tar Tar pimpinan Khu Bilai Khan, dan meninggalkan Hujunggaluh, ternyata “diprotes” ahli sejarah.
 
Dalam Buku 700 Tahun Majapahit, Suatu Bunga Rampai, tentang sejarah perkembangan Majapahit, halaman 53, oleh Dr.Riboet Darmosutopo dari Universitas Gadjah Mada, menegaskan, bahwa tentara Khu Bilai Khan, meninggalkan Jawa, yakni pantai Hujung-galuh adalah tanggal 19 April 1293 M. Pasukan Tar Tar itu dihancurkan oleh pasukan Raden Wijaya, dan sebagian lagi melarikan diri dan selamat sampai di Cina. (W.P.Groeneveldt, 1960: 20-24). 
 
Setelah berhasil mengusir tentara Tar Tar, Raden Wiijaya melakukan persiapan mendirikan kerajaan baru, namanya Majapahit. Berdirinya Majapahit, ditandai dengan naik tahtanya Raden Wijaya tanggal 12 November 1293.
 
Nah, kalau tanggal kemenangan Raden Wijaya itu yang dijadikan patokan Hari Lahir atau Hari Jadi Surabaya, kata beberapa ahli sejarah dalam perdebatannya saat memperingati 700 tahun Majapahit itu, maka tanggal yang benar adalah 19 April 1293, bukan tanggal 31 Mei 1293.
 
Yang jelas, apapun dalilnya, sejak tahun 1975, Surabaya memperingati hari jadi tiap tanggal 31 Mei dan sebelumnya tiap tanggal 1 April. Tetapi, apakah mungkin diubah lagi? Ah, rasanya tidak perlu. Tua atau muda sebuah kota seperti Surabaya ini, yang penting penataan kota itu bermanfaat bagi warganya. 
 
Raden Wijaya
 
Kelahiran Surabaya selalu dikaitkan dengan Raden Wijaya. Siapakah sebenarnya Raden Wijaya? Warga kota Surabaya dan pemerhati Surabaya, layak mengetahui tentang siapa sebenarnya Raden Wijaya. Banyak sumber yang membicarakan tentang tokoh Raden Wijaya. Kitab-kitab kidung Pararaton, Nagarakertagama dan prasasti adalah sumber pokok yang mengungkap peranan Raden Wijaya sebagai pendiri Kerajaan Majapahit.
 
Raden Wijaya adalah anak Dyah Lembu Tal, cucu Mahisa Cempaka atau Narasinghamurti, buyut Mahisa Wongateleng, piut (canggah) dari Ken Arok-Ken Dedes.
 
Raden Wijaya mula-mula mengabdi kepada raja Kertanegara dan dipercaya memimpin prajurit Singasari. Maka tidak aneh ketika Singasari diserang Jayakatwang, Raden Wijaya diperintah untuk menghadapinya.
 
Ketika Singasari diduduki prajurit Kadiri, puteri-puteri Kertanegara yang akan dikawinkan dengan Raden Wijaya ditawan mereka. Dengan usaha yang gigih puteri yang tua berhasil direbut Raden Wijaya, meskipun Raden Wijaya beserta teman-temannya terus dikejar tentara Kadiri. 
 
Prasasti Kudadu menyebutkan bahwa Raden Wijaya kemudian berunding dengan ke-12 prajuritnya yang setia. Mereka sepakat mengungsi ke madura untuk berlindung kepada Arya Wiraraja. Raden Wijaya keluar dari hutan menuju Pandakan, dan karena Gajah Panggon sakit, ia ditinggal di rumah kepala desa Pandakan. Raden Wijaya dan prajuritnya menuju ke Datar dan malam harinya menyeberang dengan perahu ke Madura.
  
Setiba di Madura Raden Wijaya menghadap Arya Wiraraja. Dia dinasehati agar menghamba kepada Jayakatwang di Kadiri. Tujuan pokoknya ialah untuk melihat kekuatan kerajaan Kadiri. Ketika penghambaan telah diterima dan juga diberi kepercayaan oleh oleh Jayakatwang, Raden Wijaya dianjurkan Arya Wiraraja agar minta huta Terik untuk dijadikan kota. Arya Wiraraja membantu dengan mengerahkan orang Madura sebagai tenaga kerja. 
 
Setelah Terik sudah jadi kota dan Raden Wijaya tinggal di sana, ia berhasrat menyerang Jayakatwang. Tetapi atas nasehat Arya Wiraraja, maksud Raden Wijaya itu ditangguhkan sambil menunggu datangnya tentara Tar Tar.
 
Tentara Tar Tar yang dipimpin Shih-pi, Ike Mase, dan Kau Hsing datang ke Jawa dengan maksud menghukum raja Kertanegara yang telah berani merusak muka Meng Chi utusan Kaisar Khubhilai Khan. Mereka tidak tahun kalau Kertanegara sudah wafat karena serangan Jayakatwang. Atas nasehat Arya Wiraraja, Raden Wijaya bersekutu dengan tentara Tar Tar untuk menghantam tentara Jayakatwang. (W.P.Groeneveldt, 1960: 20-30). Karena kalah Jayakatwang kemudian lari ke Junggaluh, tetapi ia tertangkap dan ditahan di Junggaluh ini. Di tempat tahanan, Jayakatwang menulis kidung Wukir Polaman. Disebutkan ia meninggal di Junggaluh pula. 
 
Tentara Tar Tar Kalah
 
Setelah Jayakatwang mangkat, Raden Wijaya melihat peluang untuk menghancurkan tentara Tar Tar. Dengan kekuatan dan taktik yang jitu, Raden Wijaya dengan pasukan setianya berhasil memporakporandakan tentara Tar Tar. Tentara Tar Tar kalah dan diusir dari Junggaluh. Sebagian di antara mereka meninggal dunia, sebagian lagi terpencar lari menyelamatkan diri menuju pelabuhan Tuban dan kembali ke Cina.
 
Peristiwa kekalahan tentara Tar Tar oleh pasukan Raden Wijaya terjadi tanggal 19 April 1293. Jadi bukan tanggal 31 Mei 1293 yang dijadikan sebagai rujukan untuk menetukan lahirnya Surabaya – belum disebut kota – karena pemerintahan waktu itu masih setingkat desa. 
 
Pararaton dan Nagarakertagama memberi data yang sama. Pararaton memberitakan bahwa Raden Wijaya naik takhta pada tahun 1216 C atau sama dengan 1294 M: .... samangka raden wijaya ajejeneng prabbu i caka rasa rupa dwi citangcu, 1216 .... (Par). Demikian pula Nagarakertagama memberitakan bahwa setelah Jayakatwang maninggal dunia, pada tahun 1216 C sama dengan 1294 AD, Raden Wijaya naik takhta di Majapahit bergelar Kertarajasa Jayawardhana. Berita tersebut dikutip sebagai berikut:
 
....... ri pjah nrpa jayakatwan awa tikang jagat alilan masa rupa rawi cakabda rika nararyya sira ratu siniwin pura ri majapahit tanuraga jayaripu tinlah nrpa krtarajasa jayawardhana nrpati (Nag..45:1).
 
Menurut kidung Harsawijaya, Raden Wijaya naik takhta tepat pada purneng kartika masa panca dasi 1215 C, yaitu tanggal 15 saat rembulan purnama bulan Kartika tahun 121 C yang bertepatan dengan 12 November 1293. Bardasarkan pada prasasti Kudadu, pada bulan Bhadrawapada 1216 C (1294 M), Raden Wijaya telah disebut Kartarajasa Jayawardhananamarajabhiseka. Dan di sini ditegaskan pula, bahwa tentara Khubilai Khan meninggalkan Jawa tanggal 19 April 1293 dan Raden Wijaya naik takhta tanggal 12 November 1293, serta Raden Wijaya yang sudah bergelar Kertarajasa Jayawardhana memberi anugerah sima kepada rama di Kudadu. ***