Mewujudkan Provinsi Surabaya Raya
 
Oleh: Yousri Nur Raja Agam MH
 
WACANA untuk menjadi Kota Metropilitan Surabaya menjadi sebuah provinsi Surabaya Raya, bukanlah hal yang mustahil. Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku sekarang ini, yakni UU No.32 tahun 2004, membuka peluang untuk itu. Bahkan bukan tidak mungkin pula, karena tahun 1979 lalu, 27 tahun yang silam, sebagian warga kota dan pejabat di Kota Surabaya, “pernah bermimpi” ingin menjadikan Kota Surabaya sama dengan Jakarta. Kota Surabaya dan sekitarnya akan menjadi sebuah provinsi yang dikapelai oleh seorang gubernur. Kalau Jakarta dikenal dengan sebutan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Raya, maka Surabaya yang juga sebagai kota besar kedua setelah Jakarta akan menggunakan nama “Surabaya Raya”.
 
Mimpi itu memang belum pernah menjadi kenyataan. Bahkan, perwujudan Surabaya menjadi satu kesatuan dengan wilayah sekitar yang dikenal dengan Gerbang Kertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan) juga belum jelas. Koordinasi antarpemerintahan Gerbang Kertosusila yang awal tahun 1980-an begitu gencar menghadapi tahun 2000, sekarang terlihat sirna. Posisi Surabaya di wilayah Indonesia Timur dalam masa pembangunan 1980-an itu cukup menentukan. Surabaya ditetapkan oleh Pemerintah Pusat menjadi Pusat Pengembangan Wilayah Pembangunan V Indonesia – waktu itu dalam tahapan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), Indonesia dibagi menjadi 10 wilayah pengembangan pembangunan.
 
Era Reformasi Memang pada awal era reformai, gairah membangun dan koordinasi antarwilayah bertetangga, kelihatannya tenggelam oleh apa yang disebut otonomi daerah. Masing-masing kota dan kabupaten berjalan sendiri-sendiri tanpa menganggap perlu ‘kulonuwun’ kepada pemerintahan provinsi.
 
Sebab, memang begitu aturannya. Pemerintahan provinsi yang dipimpin gubernur sejak ditetapkannya Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah (otda) bukan lagi atasan para bupati dan walikota. Ternyata UU No.22 tahun 1999 tidak berumur panjang. UU ini diganti dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pertimbangan UU No.32 tahun 2004 itu dinyatakan bahwa UU No.22 tahun 1999 tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah.
 
Kalau masing-masing kepala pemerintahan kota dan kabupaten, seperti juga kota Surabaya, tidak peduli lagi dengan wilayah tetangga, apakah ‘mimpi’ menjadikan Surabaya sebagai Provinsi Surabaya Raya dapat diwujudkan? Dan apakah masih perlu ‘mimpi’ 27 tahun yang silam itu bakal menjadi kenyataan? Memang, dampak pelaksanaan UU No.22/1999 tentang otda itu di berbagai daerah cukup beragam. Terjadi pemekaran wilayah.
 
Kalau sebelumnya provinsi di Indonesia ini ada 27 provinsi termasuk Timor Timur, sekarang setelah Timor Timur terlepas dari pemerintahan Republik Indonesia, provinsinya justru bertambah menjadi 33 provinsi. Kabupaten dan kota juga bertambah, begitu juga pemekaran kecamatan. Umumnya pembentukan provinsi baru merupakan pemekaran dari pemisahan bekas keresidenen. Di samping itu, juga ada yang berasal dari kabupaten yang wilayahnya luas atau gabungan beberapa kabupaten kota bertetangga. Zaman Moehadji Widjaja Peningkatan status Surabaya menjadi sebuah provinsi yang terpisah dari Provinsi Jawa Timur, bukan hal yang baru.
 
Bukan pula sekedar cetusan yang tanpa makna. Perlu perenungan dan pemikiran yang jernih untuk kepentingan daerah dan nasional di masa yang akan datang. Jika ditapaktilasi perjalanan sejarah berdirinya pemerintahan Kota Surabaya, memang sudah selayaknya Surabaya Raya menjadi sebuah provinsi. Berbagai pertimbangan juga pernah dijadikan landasan berpijak untuk mewujudkan pemerintahan provinsi bagi Surabaya Raya. Waktu itu, sudah ada gambaran pemekaran Surabaya menjadi sebuah Kota Raya sebagai persiapan untuk menjadi sebuah provinsi. 
 
Bahkan dalam sebuah seminar yang berkaitan dengan julukan Surabaya sebagai “Kota Pahlawan”, di awal tahun 1980-an ada yang mengusulkan agar Surabaya menjadi “Daerah Istimewa”. Sebab, keistimewaan Surabaya sebagai Kota Pahlawan, tidak ada bedanya dengan kota-kota lain di Indonesia. Walikota Surabaya Drs.Moehadji Widjaja pernah mengusulkan secara resmi kepada Gubernur Jawa Timur H.Soenandar Prijosoedarmo dengan suratnya tanggal 23 Oktober 1979 agar Surabaya dibagi menjadi tiga “kota administratif” (Kotif).
 
Pembagian Surabaya menjadi tiga wilayah itu, mendapat sambutan positif dari gubernur Jatim. Setelah membicarakannya dengan DPRD Jatim, Gubernur Soenandar meneruskan usulan Surabaya menjadi tiga “kota administratif” tanggal 29 November 1979 kepada Menteri Dalam Negeri di Jakarta. Moehadji Widjaja waktu itu bercita-cita, apabila pembentukan Kotif-Kotif itu disetujui, maka langkah selanjutnya menjadikan Kota Surabaya seperti Jakarta, yaitu berbentuk Daerah Khusus atau Daerah Istimewa yang setingkat dengan provinsi.
 
Bisa juga Surabaya yang sudah ditunjang oleh Kotif-Kotif itu berbagung dengan kabupaten di sekitar Surabaya, mendirikan Provinsi Surabaya Raya. Kabupaten-kabupaten itu adalah eks Keresidenen Surabaya yang terkoordinasi secara terpadu dalam kegiatan pembangunan Gerbang Kertosusila (Gresik, Bangkalan – seharusnya Jombang – Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan). Pembagian wilayah Surabaya kemudian benar-benar terwujud menjadi lima wilayah.
 
Tetapi waktu itu statusnya disebut sebagai wilayah Pembantu Walikota yan masing-masing wilayah dikelapai oleh Pembantu Walikota. Surabaya waktu itu juga juga ditetapkan oleh Pemerintah Pusat menjadi Pusat Pengembangan Wilayah Pembangunan V Indonesia – waktu itu dalam tahapan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), Indonesia dibagi menjadi 10 wilayah pengembangan pembangunan.
 
Perubahan status wilayah kerja Pembantu Walikota menjadi kota-kota administratif benar-benar menjadi impian pejabat Pemkot Surabaya, karena jabatan walikota administratif adalah jabatan karir tertinggi di bawah Sekwilda (Sekretaris Wilayah Daerah) – sebutan waktu itu sebelum diganti menjadi Sekretaris Kota (Sekkota) sekarang ini. Ternyata impian para “walikota-walikota kecil” – istilah untuk para pembantu walikota atau kepala wilayah – di Surabaya itu benar-benar pupus. Apalagi, dengan berlakunya UU No.22/1999 tentang Otonimi Daerah, sebutan kota administratif dihapus. Kini Kota Surabaya, tanpa pembagian wilayah, strukturnya dari walikota langsung kepada 31 camat dan masing-masing camat membawahkan lurah yang tersebar di 163 kelurahan.
 
Wacana untuk menjadikan Surabaya sebagai provinsi akhirnya hilang ditelan zaman. Rencana Surabaya bergabung dengan wilayah sekitarnya menjadi satu provinsi yang terpisah dari Jawa Timur, tenggelam oleh era reformasi. Kini, setelah 27 tahun berselang, tentunya kelayakan itu sudah dapat untuk diwujudkan. Apalagi peluang itu semakin terkuak oleh Undang-undang No.22 tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Inilah perubahan zaman yang diikuti perubahan politik saat ini.
 
Kalau pada masa-masa pembangunan dulu, pemerintah bersama anggota DPRD-nya seiring dan seia-sekata dalam menata pemerintahan, sekarang justru antara eksekutif dengan legislatif terbelit dengan persoalan yang saling menyudutkan. Gagasan ini memang baru dari kacamata dan pengamatan permukaan seorang wartawan, mungkin lain lagi dengan pengamatan para cendekia penyandang disiplin ilmu yang lain. Tetapi penulis sangat yakin, melihat perkembangan Indonesia ke depan dengan lahirnyra provinsi-provinsi baru, diserta faktor pendukung lainnya, niscaya pembentukan Provinsi Surabaya Raya atau Provinsi Gerbang Kertosusila sudah layak untuk diwujudkan.
 
Provinsi Baru Berkaca kepada wilayah lain di Indonesia, ternyata rakyat dan pemerintahan daerahnya sangat cepat mengantisipasi kenyataan. Salah satu di antaranya, adalah pemekaran wilayah dengan pembentukan provinsi baru. Kalau sebelum tahun 2000, wilayah Indonesia masih terdiri 27 provinsi termasuk Timor Timur, sekarang ini tanpa Timor Timur justru Indonesia memiliki 33 provinsi. Di Sumatera, lahir dua provinsi baru, yakni Provinsi Babel (Bangka-Belitung) dan Provinsi Kepri (Kepulauan Riau). Babel memisahkan diri dari Provinsi Sumatera Selatan, sedangkan Provinsi Kepri dulunya sebuah Kabupaten di Provinsi Riau. Jawa Barat juga melepas eks Keresidenan Banten menjadi Provinsi Banten, begitu pula dengan Sulawesi Utara, melepas wilayah Gorontalo menjadi provinsi sendiri. Provinsi Maluku dibagi dua: Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara.
 
Hal yang sama terjadi pula di Irian Jaya. Dari rencana membentuk tiga provinsi, di sana sudah lahir Provinsi Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat. Bukan hanya itu, Sulawesi Selatan memisahkan sebagian wilayahnya menjadi Provinsi Sulawesi Barat. Saat ini usul-usul pembentukan provinsi baru terus bergulir. Di wilayah Jawa Barat, ada lagi persiapan pembentukan provinsi baru. Namanya: Provinsi Bodebek, yakni gabungan Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Bekasi.  
 
Rencana Provinsi Bodebek ini, untuk mengimbangi pembangunan yang demikian pesat dari tetangga wilayahnya, Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Raya. Satu lagi yang tidak kalah menyuarakan pembentukan provinsi adalah sebagian besar masyarakat Kalimantan Timur yang berada di bagian utara. Wilayah kaya minyak bumi dan bahan tambang itu berhasrat memisahkan diri dari Kaltim dan membentuk provinsi sendiri.
 
Nama yang diusulkan untuk wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia, yakni negara bagian Serawak, Malaysia Timur itu adalah provinsi Kalimantan Utara. Jatim jadi Lima Provinsi Wacana mendirikan provinsi baru juga merebak di Jawa Timur. Sebagian warga Madura sudah lama ingin memisahkan diri, menjadikan Pulau Madura sebagai provinsi. Saat ini di Pulau Madura ada empat kabupaten, yakni: Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Untuk memenuhi persyaratan menjadi provinsi, ada wanaca, untuk menjadikan Kota Pamekasan dan Kota Sumenep berpemerintahan sendiri. Tekad sebagian warga Madura sudah bulat.
 
Sebuah tim yang dinamakan Tim-9 (Tim Sembilan) sudah mulai bekerja. Juga ada gagasan mendirikan Provinsi Jawa Selatan di wilayah Mataraman. Provinsi ini akan menggabungkan kabupaten dan kota di eks keresidenan Madiun di Jatim dengan kabupaten dan kota eks keresidenen Surakarta di Jawa Tengah. Ada lagi yang bakal bernama Provinsi Jipang Panolan yang meliputi gabungan kabupaten di eks keresidenan Bojonegoro di Jatim dengan kabupaten di eks keresidenen Jepara di Jawa Tengah. Berpijak dan berpandangan kepada kepentingan masa depan yang lebih jauh, maka impian atau gagasan pembentukan Provinsi Surabaya Raya juga dipandang sangat layak.
 
Kelihatannya, bagi Surabaya mewujudkan diri menjadi provinsi Surabaya Raya juga semakin terbuka. Sebab, dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Jawa Timur, ada rencana untuk memindahkan ibukota Jawa Timur ke wilayah Pasuruan. Hal ini diungkapkan oleh Ir.Edy Wahyudi, ketua Pansus RTRW DPRD Provinsi Jawa Timur. Kabupaten dan Kota yang direncanakan masuk ke Provinsi Surabaya Raya adalah: Kota Surabaya dengan kabupaten di eks Keresidenan Surabaya, yakni: Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto dan Kabupaten Jombang. Kabupaten dan kota di wilayah “Mataraman” juga akan mendirikan Provinsi Jawa Selatan.
 
Daerah yang disebut Mataraman ini ada di Jawa Timur bagian tumur dan Jawa Tengah bagian barat. Wilayah itu terdiri dari Kabupaten dan Kota eks Keresidenan Madiun (Kabupaten Madiun, Kota Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Ngawi). Bergabung dengan sepuluh kabupaten dan kota di Jawa Tengah yang bertetangga dengan Jawa Timur. Kabupaten dan kota itu adalah: Kabupaten Wonogiri, Kota Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kota Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kota Karanganyar, Kabupaten Surakarta, Kota Surakarta, Kabupaten Sragen dan Kota Sragen. Provinsi Jipang Panolan, terdiri dari eks Keresidenan Bojonegoro, yakni Bojonegoro, Tuban dan Lamongan.
 
Bergabung dengan kabupaten di eks Keresidenan Rembang (Rembang, Pati, Jepara, Lasem dan Kudus). Khusus Lamongan, sebagian masyarakatnya banyak yang memilih bergabung dengan Surabaya Raya. Nah, bagamanapun juga semua ini adalah wacana. Seandainya nanti enar-benar terwujud Provinsi Surabaya Raya, Provinsi Madura, Provinsi Jawa Selatan, Provinsi Jipang Panolan, maka wilayah Jawa Timur yang ada sekarang ini akan menjadi lima provinsi.
 
Sedangkan Provinsi Jawa Timur sendiri, tidak lagi terdiri dari 38 kabupaten dan kota.. Mimpi untuk menjelmakan gagasan Provinsi Surabaya Raya ini, memang bukan mudah. Tidak seperti membali telapak tangan. Namun juga bukan mustahil. Perlu persiapan dan perencanaan dengan kajian yang matang. ***